Runtuhnya khilafah pada 1924 mengakibatkan kehidupan Maududi mengalami
perubahan besar. Dia jadi sinis terhadap nasionalisme yang ia yakini hanya
menyesatkan orang Turki dan Mesir, dan menyebabkan mereka merongrong kesatuan
muslim dengan cara menolak imperium ‘Utsmaniah dan kekhalifahan muslim.
Disinilah Maududi menjadi lebih mengetahui kesadaran politik kaum muslimin dan jadi aktif dalam urusan agamanya. Namun, saat itu fokus tulisan-tulisannya belum juga mengarah pada kebangkitan Islam.
Sayyid Abul A’la Maududi adalah figur penting dalam kebangkitan Islam pada dasawarsa terakhir. Ia lahir dalam keluarga syarif (keluarga tokoh muslim India Utara)
Ahmad Hasan, ayahnya Maududi, sangat menyukai tasawuf. Ia berhasil menciptakan kondisi yang sangat religius dan zuhud bagi pendidikan anak-anaknya. Ia berupaya membesarkan anak-anaknya dalam kultur syarif. Karenanya, sistem pendidikan yang ia terapkan cenderung klasik. Dalam sistem ini tidak ada pelajaran bahasa Inggris dan modern, yang ada hanya bahasa
Pada usia sebelas tahun, Maududi masuk sekolah di
Pada 1919 dia ke Jubalpur
untuk bekerja di minggua partai pro Kongres yang bernama Taj. Di sini dia jadi
sepenuhnya aktif dalam gerakan khilafah, serta aktif memobilisasi kaum muslim
untuk mendukung Partai Kongres. Kemudian Maududi kembali ke Delhi dan berkenalan dengan pemimpin penting
Khilafah seperti Muhammad ‘Ali. Bersamanya, Maududi menerbitkan surat kabar nasionalis,
Hamdard. Namun itu tidak lama. Selama itulah pandangan politik Maududi kian
religius. Dia bergabung dengan Tahrik-I Hijrah (gerakan hijrah) yang mendorong
kaum muslim India untuk
meninggalkan India
ke Afganistan yang dianggap sebagai Dar al-Islam (negeri Islam).
Pada 1921 Maududi
berkenalan dengan pemimpin Jami’ati ‘Ulama Hind (masyarakat ulama India ). Ulama
jami’at yang terkesan dengan bakat maududi kemudian menarik Maududi sebagai
editor surat
kabar resmi mereka, Muslim. Hingga 1924 Maududi bekerja sebagai editor muslim.
Disinilah Maududi menjadi lebih mengetahui kesadaran politik kaum muslimin dan
jadi aktif dalam urusan agamanya. Namun, saat itu tulisan-tulisannya belum juga
mengarah pada kebangkitan Islam.
Di Delhi, Maududi memiliki peluang untuk terus belajar dan menumbuhkan minat intelektualnya. Ia belajar bahasa Inggris dan membaca karya-karya Barat. Jami’at mendorongnya untuk mengenyam pendidikan formal agama. Dia memulai dars-I nizami, sebuah silabus pendidikan agama yang populer di sekolah agama Asia Selatan sejak abad ke delapan belas. Pada 1926, ia menerima sertifikat pendidikan agama dan jadi ulama.
Runtuhnya khilafah pada
1924 mengakibatkan kehidupan Maududi mengalami perubahan besar. Dia jadi sinis
terhadap nasionalisme yang ia yakini hanya menyesatkan orang Turki dan Mesir,
dan menyebabkan mereka merongrong kesatuan muslim dengan cara menolak imperium
‘Utsmaniah dan kekhalifahan muslim. Dia juga tak lagi percaya pada nasionalisme
India .
Dia beranggapan bahwa Partai Kongres hanya mengutamakan kepentingan Hindu
dengan kedok sentimen nasionalis. Dia ungkapkan ketidaksukaannya pada
nasionalisme dan sekutu muslimnya.
Sejak itu, sebagai upaya
menentang imperialisme, Maududi menganjurkan aksi Islami, bukan nasionalis. Ia
percaya aksi yang ia anjurkan akan melindungi kepentingan muslimin. Hal ini
memberi tempat bagi wacana kebangkitan.
Pada 1925, seorang Muslim
membunuh Swami Shradhnand, pemimpin kebangkitan Hindu. Swami memancing
kemarahan kaum muslimin karena dengan terang-terangan meremehkan keyakinan kaum
muslimin. Kematiannya Swami menimbulkan kritik media massa bahwa Islam adalah agama kekerasan.
Maududi pun bertindak. Ia menulis bukunya yang terkenal mengenai perang dan
damai, kekerasan dan jihad dalam Islam, Al Jihad fi Al Islam. Buku ini berisi
penjelasan sistematis sikap Muslim mengenai jihad, sekaligus sebagai tanggapan
atas kritik terhadap Islam. Buku ini mendapat sambutan hangat dari kaum
muslimin. Hal ini semakin menegaskan Maududi sebagai intelektual umat.
Sisa terakhir pemerintahan muslim pada saat itu kelihatan semakin tidak pasti. Maududi pun berupaya mencari faktor penyebab semakin pudarnya kekuasaan muslim. Dia berkesimpulan, selama berabad-abad Islam telah dirusak oleh masuknya adat istiadat lokal dan masuknya kultur asing yang mengaburkan ajaran sejatinya. Karenanya Maududi mengusulkan pembaharuan Islam kepada pemerintahan saat itu, namun tidak digubris. Hal ini mendorong Maududi mencari solusi sosio-politik menyeluruh yang baru untuk melindungi kaum muslimin.
Sejak itulah Maududi mengosentrasikan dirinya memimpin umat menuju keselamatan politik dan agama. Sejak itu pula banyak karyanya terlahir di tengah-tengah umat. Ketika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar